Apabila kelak aku melihatnya berdiri dengan berani
ketika datang melamarku, maka aku harus tau bahwa sesungguhnya dia sedang
merasa takut. Ketika dia dengan mantap mengucap ikrar sesungguhnya dia sedang
gugup. Seluruh rasa takut dan gentar yang pernah dia alami semasa hidupnya seolah
dijumlah dan ditimpakan sekaligus kepadanya pada hari aku resmi menjadi
tanggung jawabnya.
Semenjak berpikir melanjutkan hidupnya bersamaku dia
mulai merasa takut terhadap banyak hal. Kebutuhan materiku, bahagia hidupku,
keselamatan akhiratku, segala tentangku yang nantinya akan dia perjuangkan
habis-habisan.
Dengan segala keterbatasan itu, tak satupun yang
berhasil menariknya mundur. Membuatnya menjauh, berpaling dariku. Meskipun tidak
dititipi berbagai kelebihan yang bisa dibanggakan, perihal merelakanku, dia
enggan. Semenjak mengenalku akrab dengan jiwa dan tutur kataku, dia tau bahwa
akulah yang dia mau.
Dia bukan lelaki terbaik, mungkin tak romantis. Namun dia
cukup menjelma menjadi apa yang aku butuhkan. Bahu yang kubutuhkan sebagai sandaran. Jemari
yang kelak menghapus tiap tangisan, hingga jadi cakrawala tempatku
menggantungkan impian. Dia cukup menjadi semuanya untukku.
Kelak, semoga dia itu kamu.
Ps : hati, bersabarlah. ya!
0 komentar:
Posting Komentar