Sutradara: Joe Right
Skenario: Deborah Moggach, dari buku karya Jane AustenCast: Keira Knightley, Matthew Macfadyen, Donald Sutherland, Rosamund Pike, Brenda Blethyn, dll.
Pride and Prejudice
adalah film yang diangkat dari salah satu novel klasik favoritku
sepanjang masa. Cerita yang manis dengan latar belakang Victorian
England yang segar (serius nih, bisa dilihat kan dari udaranya). Kisah
karya Jane Austen ini bisa diibaratkan chicklit zaman Victorian lah.
Lihatlah busana-busana tokohnya, cara ngomongnya, dan tentu saja
masalahnya. Aiihh, chicklit sekaleeee …. Ternyata, ga dulu
ga sekarang, yang namanya cewek ya begitulah. Suka cekikikan, suka
bisik-bisik ngomongin cowok, suka bingung memutuskan, suka takut-takut
menyatakan pendapatnya. Nah, begitu pulalah gadis-gadis Bennet, yaitu
Jane, Elizabeth, Mary, Lidya, dan Kitty.
Si
Jane ini adalah anak pertama, yang tercantik di antara gadis-gadis itu.
Saking takutnya anak perempuan tertuanya itu jadi perawan tua, semangat
menjodohkan nyokap mereka langsung meledak-ledak waktu dikabarkan ada
seorang bujangan kaya dari London membeli salah satu kastel. (Btw, aku
suka banget akting si nyokap di film ini. Bikin bersyukur deh, nyokapku
ga begitu, hehehe…) Nah, jadilah mereka bertemu dengan si bujangan dalam
suatu pesta dansa.
The Bennet Girls
Lalu,
lalu … fokus cerita pun berubah. Ternyata, Mr. Bingley, si bujangan
itu, membawa temannya yang bernama Mr. Darcy. Mr. Darcy yang ganteng
serta merta menarik perhatian Elizabeth. Dan, selanjutnya, masuklah itu
unsur-unsur pride and prejudice yang berserakan menghalau kisah kasih
mereka (wadow!!). Jadi, masalah dalam cerita ini, semuanya diakibatkan
oleh prasangka dan kekeraskepalaan. Tapi yang penting happy ending kan.
Secara
cerita, sebenarnya nggak ada bedanya film ini dengan bukunya. Tapi
entah kenapa, aku sedikit kecewa saat nonton filmnya. Setingnya sudah
pas, ceritanya setia, tapi kok alurnya jadi cepet banget ya. Rasanya
kayak lagi lari. Lho, lho, kok tiba-tiba udah sampe sini ya, begitulah
yang senantiasa ada dalam pikiranku. Terus, cast-nya pun agak kurang pas
gitu… terutama tuh, si Mark Darcy. Kenapa ya, aku tuh selalu
membayangkan beliau sebagai sosok yang gagah dan tatapannya bisa
langsung membuat wanita takluk, tapi, yang di film ini (diperankan oleh
Matthew Macfadyen) dia kok lemes gitu sih. Dan tatapannya, senduuuu….
Mr. Darcy yang loyo (kenapa loyo sih?)
Kalau
Keira Knightley sih aku suka. Meskipun awalnya aku berpikir, “Oh, she’s
too pretty to be Elizabeth.” Tapi, sama kayak sutradara film ini, aku
lantas berpikir, “Oh, well, when you look at her closely, she’s not that
pretty.” Hahaha …. Lalu, ada satu lagi yang aku suka. Endingnya itu
lho, aku sukaaaa … soalnya ga ada ciuman. Bukan anti ciuman nih, tapi,
kan rasanya ga pantes bok, cium-ciuman pas zaman segitu. Aku saja sempat
kesel banget karena di Return of the King, Aragorn ciuman sama Arwen.
Huh, they’re like The King and The Elf Princess. They’re not suppose to
kiss in public. (Sebenarnya karena di bukunya juga ga ada adegan ciuman
sih, inilah risiko film yang diangkat dari buku, penonton suka
overexpecting.)
Terlepas
dari kelemahan Mr. Darcy dalam film ini, aku ingin merekomendasikan
film ini buat ditonton. Bagus lho, aku pun pengin nonton lagi lah,
kapan-kapan kalau sempet. Tapi kalo sempet mah, mending baca bukunya
lagi aja kaleee ….
happy read,lope lope you all my friends :* :)
happy read,lope lope you all my friends :* :)