Add caption |
Pada pertukaran rasa yang tak
seimbang, aku menaruh bimbang. Ketika meneruskan hanyalah berarti menambah
perih pada luka lainnya, dan berhenti juga tak menyembuhkan apa-apa. Menaruh
harap pada waktu yang akan menjawab, mungkin saja percuma; sebab hatimu sudah
ada pemiliknya. Sedangkan aku, hanya tamu yang diundang pada sedikit
kesempatan saja.
Belum genap memiliki, tapi hati ini
seperti dipaksa berhenti mencintai. Harapan sudah mencapai menara tertinggi,
tapi terjatuh karena tahu kau sudah ada yang memiliki. Kornea seperti tercelik
pada realita. Tadinya pinta bergegas menyapa pencipta agar lekas menyatukan
kita. Tapi doa-doa itu menabrak dinding negri utopia, menyadarkanku bahwa seharusnya
angan-angan berhenti disini saja agar tak menyakiti sesiapa. Andai pertemuan
kita tak berbentur pada garis segitiga yang menyatukan aku, kamu, lalu dia pada
sudut-sudutnya.
Pada ketiba-tibaan datangnya sebuah
rasa, aku memupuk asa. Seakan tidak peduli, bahwa bagian kosong di hatimu sudah
ada yang menduduki. Juga tak ingin ambil pusing dengan kenyataan yang
mengharuskan kita berada pada jalannya masing-masing. Mungkin sebenarnya ada
garis tak kasat mata yang menghalangi agar aku tidak melangkah lebih jauh lagi.
Namun aku memilih untuk berpura-pura tidak menyadari keberadaanya.
Rasa. R A S A,
Empat huruf yang biasa-biasa saja
namun bisa mematahkan logika. Hati tidak pernah memilih kepada siapa ia diambil
alih, yang aku tahu aku jatuh cinta pada pandangan pertama hingga seterusnya.
Pada sebuah keramaian dan kamu menjadi pusat perhatian sedang aku hanya duduk
di pojokkan, menyaksikanmu dari belakang.
Siapa sangka kamu kamu yang seperti
lampu pada saat setelah turun hujan yang memanggil laron untuk menari di
dekatnya malah menghampiriku, orang yang menyatu dalam bayang-bayang gelap
keramaian. Kita pecah dalam perbincangan tentang banyak hal hingga kembali utuh
dalam kata kenyamanan. Segalanya aku lakukan dengan beberapa kali melakukan
penolakan terhadap hatiku sendiri, kamu telah bersamanya dan seharusnya aku
tahu diri. Tapi kenyataannya hanya dengan tatapan tenang luar biasa
pertahananku runtuh seketika.
Bukan salah hati, jika sedikit cinta
mampu mengundang rindu setengah mati. Bukan pula salah hati, jika sedikit cinta
kelak menjadi alasan ada rasa yang tersakiti. Nyatanya, cinta memang Tuhan
ciptakan dengan mata yang buta arah. Bisa menuju siapapun, bisa terjatuh di
manapun.
Sebenarnya aku sudah lelah
menjatuhkan cinta pada hati yang salah. Aku juga ingin rasaku berbalas, bukan
terus menerus berbatas. Harus meminta seperti apa lagi, agar hatiku yang masih
kutitipkan padamu, bersedia pulang kembali? Karena setiap kubiarkan perasaan-perasaan
ini tinggal, aku takut lukaku semakin kekal.
Padahal bukannya tak kucoba
mendayung perahu gerakku keluar dari zona segitigamu, tapi setiap gerikmu
merangkul rasaku untuk tetap disitu. Posisiku selalu serba salah. Di sisi diri,
aku tak ingin kau dirangkul oleh orang yang salah. Karena hati ini bisa
membahagiakanmu dengan berlipat kali dari yang ia beri. Tapi disisi hati, aku
akan menjadi sangat salah jika berulah dengan merebutmu dari dia yang
mencintaimu amat parah. Tak mungkin menumpukkan luka dengan sesuka demi
kebahagiaanku semata. Pada akhirnya, aku akan meminum racun air mataku sendiri
karena tak berdaya meraih kamu berada disisi.
Sewujud cinta tak pernah tahu dengan
pasti di mana ia semestinya berada. Karena bukankah ia tumbuh begitu saja? Ini
bukan pilihannya jika kemudian ia berada di antara sepasang yang sedang
sebenar-benarnya merindukan rasanya pulang. Ini di luar kemampuannya, jika ia
justru menjadi sosok ketiga. Sepasang mata yang tanpa henti ia tatap, mungkin
karena di situlah ia merasa sudah menemukan jawab. Hingga kemudian kenyataan
menjadikannya lenyap. Ke manakah ia harus melangkah? Ketika untuk menetap ialah
tidak mungkin, pun untuk meninggalkan hanyalah sebuah langkah yang begitu
berat.
Saat seperti ini aku ahli mencari
siapa yang salah, kali ini waktu jadi korbannya. Jika saja ia mempertemukan
kita lebih dulu sebelum ada janji yang mempersatu atau setidaknya andai aku
tahu ada hati yang mendoakannya selalu sebelum cinta ini menjadi terlalu. Jika
kebahagiaan harus diciptakan maka bersamamu adalah ketidakmungkinan.
Begitu banyak pertanyaan terjun
bebas ke kepalaku tanpa jawaban yang sejatinya aku tidak tahu. Yang aku tahu
aku mencintaimu, tapi akan rumit dalam realita. Setiap hari aku harus
menenangkan rindu yang berteriak mencari dimana tuannya, karena senyatanya dia
tidak diaku siapa-siapa. Kamu bersamanya sejak kemarin hingga hari ini, sedang
aku selalu menjadi sendal jepit yang meski nyaman namun tak akan pernah
digunakan dalam acara-acara peringatan.
Kamu tahu aku ada, kamu mencariku
saat bertengkar dengannya lalu aku dengan mati-matian harus menahan diri bahwa
orang yang aku cintai sedang bercerita banyak tentang orang yang dia cintai.
Lagi-lagi aku tidak berdaya, aku menurunkan kasta, jika mencintaimu sulit, maka
ijinkan aku ada di saat kau sulit.
Setoples air mata telah kutampung
dengan percuma, sebab tak akan memberi pengaruh apa-apa bagi hatimu yang hanya
untuknya. Sepenggal harapan hati hanya ingin istirahat menanti, setelah berjuta
hari menunggumu di sini. Mencintamu itu bukan penyesalan, namun nyatanya tak
ada cinta yang tak ingin diberi balasan.
Yang kuingin kebahagiaan, seperti
kala sepasang mataku menyaksikan kalian berduaan. Yang kuingin kepastian,
tentang tarik menarik asa dan rasa yang seperti tak ada ujungnya. Yang kuingin
cinta yang sederhana; cukup sederhana hingga aku tak perlu meminta apa-apa
untuk dapat merasa bahagia, hingga aku tak perlu merasa kecewa sebab keinginan
tak sejalan dengan kenyataan, hingga aku tahu rasanya dicinta tanpa perlu
mengiba.
Biarkan perasaan ini perlahan
mengikuti aliran tanpa terlihat sebagai kesalahan, karena menurutku ini bagian
dari pelajaran dalam perjalanan. Pada siapapun ia takkan mungkin menurut,
sampai waktu yang tepat membiarkan ia menyurut. Meski hati begitu mengingini,
tapi aku tahu batas-batas yang tak bisa dipanjati. Entah siapa yang akan
menggesermu dari segala ketetapan-ketetapan perasaan, tapi aku hanya bisa
menyerahkannya pada Tuhan.
Aku sedang menunggu saat yang tepat
untuk keluar dari segitigamu, lalu silahkan buatlah garis lurus agar dua sudut
bersatu. Ya garis penemu untuk dia dan kamu. Bahagialah dengan kebahagiaanmu
yang serba tanpa aku. Tersenyumlah selalu meski senyumanmu lahir di balik
tangisanku.
_kolaborasiRasa_
Photographed by Ottawa
Edited http://four-tography.blogspot.com/ (ferry kurniawan) - Blend and Retouch
_kolaborasiRasa_
Photographed by Ottawa
Edited http://four-tography.blogspot.com/ (ferry kurniawan) - Blend and Retouch