19 September 2016
Aku bisa apa ? Memeluknya
pun aku tidak mampu.
Matanya lurus kedepan. Sesekali
melirik spion kiri menatapku lalu tersenyum. Kami bertengkar dengan gerimis
yang dari pagi tidak mau mengalah. Aku tau dia sudah mulai menggigil. Berjam-jam
di luar sampai malam, bolak-balik mengurus laporan. Hanya demi sebuah tanda
tangan.
“Dingin ya ? sabar ya
sayang…” hanya kalimat itu yang bisa aku lontarkan dari belakang. Dan lagi-lagi
dia kembali tersenyum.
Ku hangatkan telapak
tanganku yang juga kedinginan, dan mengusapkan ke punggungnya. Berharap bisa sedikit
mengurangi hawa dingin malam. Dan dia tertawa.
….
Rumah itu tidak pernah
sepi dari pagi, puluhan mahasiswa berkelompok tampaknya mulai kesal, dan
beranjak pulang.
“Aku pulang dulu ambil
jaket ya “tegasnya sambil memutar motor.
Rumahnya dekat, jadi ku
iyakan. “hati-hati” jawabku singkat.
….
09.30 PM
“kalau jam 10.00 PM ibu
gak keluar juga, kita pulang” tegas temanku yang sudah mulai emosi.
Ya, kami menunggu dosen
kawan ! dengan perut kosong dan kedinginan, duduk di teras depan.
“ada jaket di dalam”
kata si dia. Menunjuk tas ransel hitamnya.
Dengan sedikit bingung
aku membuka tas dan menemukan jaket lain. Ternyata dia membawakan jaket
untukku.
“iihh, kok ada buat aku
juga” tanggapku spontan.
“iya, pakek aja buat
ntar pulang” jawabnya.
Ya, dia baik. Sangaaaat
baik.
Dan hari itu kami
pulang masih tetap tanpa tanda tangan. Sial !
0 komentar:
Posting Komentar